Mengapa Keris Sering Dikambinghitamkan?
Mengapa Keris Sering Dikambinghitamkan?
||
Sore itu saya duduk di tepi sungai Pepe di wilayah Gondang, tepatnya di seberang makam Putri Campa. Saya melihat dua orang laki-laki dan perempuan yang akan melabuh sesuatu. Dugaan saya akan melabuh ari-ari, karena tempat itu biasa dipakai untuk melabuh ari-ari bayi yang baru dilahirkan. Ternyata dugaan itu salah, karena yang akan dilabuh bukan ari-ari bayi, tapi dua bilah keris dan satu tombak. Setelah selesai melabuh, saya coba untuk mendekati dan bertanya, mengapa keris-keris itu mereka labuh atau buang? Maka jawabnya sesuai dengan ajaran agama yang mereka yakini, barang siapa yang mempunyai keris, tombak, pedang dll supaya dibuang agar tidak menjadikan musyrik dan dianggap menyekutukan Tuhan.
||
Aku merenung mengapa benda budaya yang begitu adiluhung, punya nilai seni yang tinggi, mengandung nilai sejarah dan filosofi dikambinghitamkan untuk kemusyrikan. Bukankah kemusyrikan itu tergantung pada masing-masing pribadi orangnya, tanpa keris pun banyak hal yang menyebabkan orang jadi musyrik. Aku berpikir mungkin orang ini banyak menonton film sinetron Indonesia yang sering menampilkan dukun-dukun jahat yang selalu ditampilkan dengan membawa keris. Atau orang ini kurang wawasan tidak pernah membaca sejarah pengembangan Islam di Jawa. Bukankan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa yang disebarkan oleh para Wali Songo, para wali ini pun tidak lepas dengan keris.
||
Sunan Kalijogo dengan keris Kyai Carubuk. Sunan Giri dengan Kyai Kalam Munyeng. Sunan Kudus dengan Kyai Setan Kobernya. Dan juga di era perjuangan melawan penjajah
Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Imam Bonjol, Basa Sentot Prawirodirjo. Mereka semua orang orang yang taat dalam agama. Namun dalam perjuangannya tidak pernah lepas keris di tangannya. Apakah mereka itu orang musyrik?
Saya berpikir apakah tidak mungkin upaya mengambinghitamkan keris dan benda-benda budaya lainnya itu upaya penjajah masa itu untuk menghilangkan atau mengurangi senjata perlawanan? Karena saat itu keris merupakan senjata rakyat yang dipakai melawan penjajah. Dan pengertian itu berkembang sampai sekarang.
||
Di samping itu, budaya merupakan jati diri suatu bangsa. Maka apabila suatu bangsa telah kehilangan budayanya, bangsa itu telah kehilangan jati dirinya. Sehingga, bangsa itu mudah dipengaruhi, mudah dikuasai, menganggap apa yang dari luar lebih baik dari apa yang kita miliki.
||
Keris, doa yang diwujudkan dalam bahasa bentuk, sebagaimana kau bahasakan doamu dengan kata-kata
.
.
.
Syirik itu letaknya ada di otak & hatimu. Kalau kau menuhankan selain Allah di dalam hati & pikiranmu, itulah syirik. Karena sejatinya syirik itu menyangkut konsep hidupmu.
.
.
.
Tidak menyangkut bendanya. Tidak usah menyan. Tidak usah wayang/gamelan. Tidak usah reco/lukisan. Nabi Muhammad kalau kita tuhankan, itu syirik.
(Anonymous)
||
Sore itu saya duduk di tepi sungai Pepe di wilayah Gondang, tepatnya di seberang makam Putri Campa. Saya melihat dua orang laki-laki dan perempuan yang akan melabuh sesuatu. Dugaan saya akan melabuh ari-ari, karena tempat itu biasa dipakai untuk melabuh ari-ari bayi yang baru dilahirkan. Ternyata dugaan itu salah, karena yang akan dilabuh bukan ari-ari bayi, tapi dua bilah keris dan satu tombak. Setelah selesai melabuh, saya coba untuk mendekati dan bertanya, mengapa keris-keris itu mereka labuh atau buang? Maka jawabnya sesuai dengan ajaran agama yang mereka yakini, barang siapa yang mempunyai keris, tombak, pedang dll supaya dibuang agar tidak menjadikan musyrik dan dianggap menyekutukan Tuhan.
||
Aku merenung mengapa benda budaya yang begitu adiluhung, punya nilai seni yang tinggi, mengandung nilai sejarah dan filosofi dikambinghitamkan untuk kemusyrikan. Bukankah kemusyrikan itu tergantung pada masing-masing pribadi orangnya, tanpa keris pun banyak hal yang menyebabkan orang jadi musyrik. Aku berpikir mungkin orang ini banyak menonton film sinetron Indonesia yang sering menampilkan dukun-dukun jahat yang selalu ditampilkan dengan membawa keris. Atau orang ini kurang wawasan tidak pernah membaca sejarah pengembangan Islam di Jawa. Bukankan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa yang disebarkan oleh para Wali Songo, para wali ini pun tidak lepas dengan keris.
||
Sunan Kalijogo dengan keris Kyai Carubuk. Sunan Giri dengan Kyai Kalam Munyeng. Sunan Kudus dengan Kyai Setan Kobernya. Dan juga di era perjuangan melawan penjajah
Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Imam Bonjol, Basa Sentot Prawirodirjo. Mereka semua orang orang yang taat dalam agama. Namun dalam perjuangannya tidak pernah lepas keris di tangannya. Apakah mereka itu orang musyrik?
Saya berpikir apakah tidak mungkin upaya mengambinghitamkan keris dan benda-benda budaya lainnya itu upaya penjajah masa itu untuk menghilangkan atau mengurangi senjata perlawanan? Karena saat itu keris merupakan senjata rakyat yang dipakai melawan penjajah. Dan pengertian itu berkembang sampai sekarang.
||
Di samping itu, budaya merupakan jati diri suatu bangsa. Maka apabila suatu bangsa telah kehilangan budayanya, bangsa itu telah kehilangan jati dirinya. Sehingga, bangsa itu mudah dipengaruhi, mudah dikuasai, menganggap apa yang dari luar lebih baik dari apa yang kita miliki.
||
Keris, doa yang diwujudkan dalam bahasa bentuk, sebagaimana kau bahasakan doamu dengan kata-kata
.
.
.
Syirik itu letaknya ada di otak & hatimu. Kalau kau menuhankan selain Allah di dalam hati & pikiranmu, itulah syirik. Karena sejatinya syirik itu menyangkut konsep hidupmu.
.
.
.
Tidak menyangkut bendanya. Tidak usah menyan. Tidak usah wayang/gamelan. Tidak usah reco/lukisan. Nabi Muhammad kalau kita tuhankan, itu syirik.
(Anonymous)
Komentar
Posting Komentar